ETOS KERJA
PRIBADI MUSLIM
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Setiap manusia diwajibkan untuk
melakukan usaha dan berperilaku baik. Usaha yang dilakukan haruslah
sungguh-sungguh dengan niat ikhlas. Tidak boleh setengah-setengah karena
hasilnya tidak akan maksimal. Dalam Islam juga diwajibkan untuk berikhtiar dan
tidak hanya pasrah. Allah akan memberikan karunia terhadap setiap usaha yang
dikerjakan dan juga disertai dengan doa. Dalam zaman yang modern ini, kita
dituntut untuk selalu berusaha, tidak hanya rajin, tapi lebih dari itu, asalkan
tidak melanggar dan melampaui batas – batas dalam Islam.
Etos kerja dalam arti luas menyangkut
akan akhlak dalam pekerjaan. Untuk bisa menimbang bagaimana akhlak seseorang
dalam bekerja sangat tergantung dari cara melihat arti kerja dalam kehidupan,
cara bekerja dan hakikat bekerja. Dalam Islam, iman banyak dikaitkan dengan
amal. Dengan kata lain, kerja yang merupakan bagian dari amal tak lepas dari
kaitan iman seseorang. Idealnya, semakin tinggi iman itu maka semangat kerjanya
juga tidak rendah. Ungkapan iman sendiri berkaitan tidak hanya dengan hal-hal
spiritual tetapi juga program aksi.
Dalam kehidupan sehari-hari sebagai
umat Islam selain diperintahkan untuk beribadah Allah memerintahkan untuk
bekerja (berusaha).
Bekerja merupakan melakukan suatu kegiatan demi mencapai tujuan, selain mencari rezeki namun juga cita-cita. Dalam bekerja diwajibkan memilih pekerjaan yang baik dan halal, karena tidak semua pekerjaan itu diridhai Allah SWT.
Bekerja merupakan melakukan suatu kegiatan demi mencapai tujuan, selain mencari rezeki namun juga cita-cita. Dalam bekerja diwajibkan memilih pekerjaan yang baik dan halal, karena tidak semua pekerjaan itu diridhai Allah SWT.
Di dalam Al-Qur’an dan Hadist sudah
jelas tentang pekerjaan yang baik dan bagaimana kita memperoleh rezeki dengan
cara yang diridhai Allah SWT. Hal ini sangat penting sekali dibahas, karena
semua orang dunia ini pasti membutuhkan makanan, sandang maupun papan. Disini
pasti manusia berlomba-lomba atau memenuhi kebutuhannya tersebut dengan bekerja
untuk mendapatkan yang diinginkan sehingga kita juga harus tahu, bahwa semua
yang kita dapatkan semuanya dari Allah SWT dan itu semua hanya titipan Allah
SWT semata. Sebagai umatnya diwajibkan mengembangkannya dengan baik dan
hati-hati. Untuk itu, disini penulis akan memaparkan mengenai etos kerja secara
lebih rinci.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah
dipaparkan diatas, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
1. Apa yang Dimaksud dengan Etos Kerja?
2. Bagaimana Penjelasan Mengenai Ayat dan Hadist
Etos Kerja?
3. Bagaimana Aspek – aspek pekerjaan dalam
Islam?
4. Bagaimana ciri –ciri etos kerja
dalam Islam?
5. Bagaimana Etika Kerja dalam Islam?
C.
Tujuan
Adapun tujuan dari kegiatan ini, yaitu Untuk memaparkan etos kerja yang sesuai dengan
Islam
D.
Manfaat
Dari kegiatan ini diharapkan mampu memberikan manfaat
1. Dapat mengetahui apa yang dimaksud etos
kerja
2. Dapat megetahui bagaimana etos kerja
dalam Islam
3. Melatih kita untuk senantiasa berusaha dan
bekerja
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Etos Kerja
Etos berarti pandangan
hidup yang khas dari suatu golongan sosial. Kata kerja berarti usaha,amal, dan apa yang harus dilakukan
(diperbuat).Etos berasal dari bahasa Yunani (etos) yang memberikan arti sikap,
kepribadian, watak, karakter, serta keyakinan atas sesuatu. Sikap ini tidak
saja dimiliki oleh individu, tetapi juga oleh kelompok bahkan masyarakat .
Dalam kamus besar bahasa Indonesia etos kerja adalah semangat kerja yang
menjadi ciri khas dan keyakinan seseorang atau suatu kelompok. Kerja dalam arti
pengertian luas adalah semua bentuk usaha yang dilakukan manusia, baik dalam hal
materi, intelektual dan fisik, maupun hal-hal yang berkaitan dengan keduniaan
maupun keakhiratan. (Dr.Abdul Aziz.Al Khayyath,1994 : 13). Berdasarkan
pengertian tersebut dapat dipahamkan bahwa semua usaha manusia baik yang
dilakukan oleh akal, perasaan, maupun perbuatan adalah termasuk ke dalam kerja.
Dalam bekerja,
setiap pekerja muslim (muslimah), hendaknya sesuai dengan etika Islam, yaitu :
·
Melandasi setiap kegiatan kerja
semata-mata ikhlas karena Allah serta untuk memperoleh rida-Nya. Pekerjaan yang
halal bila dilandasi dengan niat ikhlas karena Allah tentu akan mendapatkan
pahala ibadah.
·
Mencintai pekerjaannya. Karena pekerja
yang mencinta pekerjaanya, biasanya dalam bekerja akan tenang, senang,
bijaksana, dan akan meraih hasil kerja yang optimal.
·
Mengawali setiap kegiatan kerjanya
dengan ucapan basmalah.
·
Melaksanakan setiap kegiatan kerjanya
dengan cara yang halal.
·
Tidak (Haram) melakukan kegiatan kerja
yang bersifat mendurhakai Allah. Misalnya bekerja sebagai germo, pencatat riba
(renten), dan pelayan bar.
·
Tidak membebani diri, alat-alat
produksi, dan hewan pekerja dengan pekerjaan-pekerjaan di luar batas kemampuan.
·
Memiliki sifat-sifat terpuji seperti
jujur, dapat dipercaya, suka tolong menolong dalam kebaikan, dan professional
dalam kerjanya
·
Bersabar apabila menghadapi
hambatan-hambatan dalam kerjanya. Sebaliknya, bersyukur apabila memperoleh
keberhasilan.
·
Menjaga keseimbangan antara kerja yang
manfaatnya untuk kehidupan di dunia dan yang manfaatnya untuk kehidupan di
akhirat. Seseorang yang sibuk bekerja sehingga meninggalkan shalat lima waktu,
tidak sesuai dengan Islam.
B.
Surah dan Hadis tentang Etos Kerja
1.
Penjelasan Al-Qur’an Tentang Etos
Kerja
a.
Al-Quran Surah Al-Mujadilah,58:11

Artinya :“Hai orang-orang yang beriman,apabila dikatakan kepadamu:
‘Berlapang-lapanglah dalam majelis’, maka lapangkanlah, niscaya Allah akan
memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan : ‘Berdirilah kamu’, maka
kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah
Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”(Q.S.Al-Mujadilah,58:11)
Ayat Al-Quran Surah Al-Mujadilah ayat
11 isinya antara lain berkaitan dengan adab atau tata krama yang harus
diterapkan dalam majelis-majelis yang baik dan diridai Allah swt. Adab atau
tata karma yang dimaksud yaitu memberikan kelapangan dada kepada orang-orang
yang akan mengunjungi dan berada dalam majelis-majelis tersebut dengan cara,
seperti : mempersilahkan orang lain yang
datang belakangan untuk duduk di samping kita, sekiranya masih kosong,
menciptakan suasana nyaman, mewujudkan rasa persaudaraan, saling menghormati
dan saling menyayangi, serta tidak boleh menyuruh orang lain yang lebih dulu
menempati tempat duduknya untuk pindah ke tempat lain tanpa alasan yang
dibenarkan oleh syara’.
Mukmin/Mukminah apabila diperintahkan
Allah dan rasul-Nya untuk bangun melaksanakan hal-hal yang baik yang
diridai-Nya, seperti shalat, menuntut ilmu, berjuang di jalan Allah, dan
membiasakan diri dengan akhlak terpuji, maka perintah tersebut hendaknya segera
dilaksanakan dengan niat ikhlas dan sesuai dengan ketentuan syara’
Ilmu pengetahuan mempunyai banyak
keutamaan. Perbuatan ibadah yang tidak dikerjakan sesuai dengan ilmu tentang
ibadah tersebut, tentu tidak akan diterima Allah SWT.
Rasulullah SAW bersabda Artinya : “Barang siapa yang menempuh suatu jalan untuk
menuntut ilmu, niscaya Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga.”(H.R.Muslim)
b. Al-Quran Surah Al-Jumu’ah: 9-10
Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman! Apabila telah diseru untuk melaksanakan
shalat pada hari Jumat, maka segeralah kamu mengingat Allah dan tinggalkan jual
beli.Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.Apabila shalat
telah dilaksanakan, maka bertebaranlah kamu di bumi; carilah karunia Allah dan
ingatlah Allah banyak-banyak agar kamu beruntung.”(Q.S.Al-Jumu’ah 62:9-10)
Mengacu kepada Q.S. Al-Jumu’ah: 9-10,
umat Islam diperintah oleh agamanya agar senantiasa berdisiplin dalam
menunaikan ibadah wajib, seperti shalat, dan selalu giat berusaha atau bekerja
sesuai dengan nilai-nilai Islam (etos kerja yang Islami). Termasuk ke dalam
kerja yang Islami antara lain: belajar secara sungguh-sungguh, bekerja keras,
dan berkarya secara produktif sehingga dapat mendorong keadaan kearah yang
lebih maju.
2.
Penjelasan Hadis Tentang Etos
Kerja
حد يث أ بي هريرة رضي
ا الله عنه قل: قل رسول ا لله صلى ا لله عليه وسلم: لأن يحتطب احدكم حز مة على
ظهره خير من أن يسأل احدا فيعطيه او يمنعه
Abu
hurairah r.a berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Jika seseorang itu pergi
mencari kayu, lalu di angkat seikat kayu di atas punggungnya (yakni untuk di
jual di pasar) maka itu lebih baik baginya daripada minta kepada seseorang baik
di beri atau di tolak” (H.R Bukhari dan Muslim)
Etos kerja ialah suatu sikap jiwa
seseorang untuk melaksanakan suatu pekerjaan dengan perhatian yang penuh. Maka
pekerjaaan itu akan terlaksana dengan sempurna walaupun banyak kendala yang
harus diatasi, baik karena motivasi kebutuhan atau karena tanggung jawab yang
tinggi.
Etos berasal dari bahasa Yunani yang
berarti sikap, kepribadian, watak, karakter serta keyakinan atas sesuatu. Sikap
ini tidak saja dimiliki oleh individu, tetapi juga oleh kelompok bahkan
masyarakat. Etos dibentuk oleh berbagai kebiasaan, pengaruh, budaya serta
sistem nilai yang diyakininya. Dari kata etos ini dikenal pula kata etika yang
hamper mendekati pada pengertian akhlak atau nilai-nilai yang berkaitan dengan
baik buruk moral sehingga dalam etos tersebut terkandung gairah atau semangat
yang amat kuat untuk mengerjakan sesuati secara optimal lebih baik dan bahkan
berupaya untuk mencapai kualitas kerja yang sesempurna mungkin.
Etos kerja seorang muslim adalah
semangat untuk menapaki jalan lurus, dalam hal mengambil keputusan pun, para
pemimpin harus memegang amanah terutama para hakim. Hakim berlandaskan pada
etos jalan lurus tersebut sebagaimana Dawud ketika ia diminta untuk memutuskan
perkara yang adil dan harus didasarkan pada nilai-nilai kebenaran, maka berilah
keputusan (hukumlah) di antara kami dengan adil dan janganlah kamu menyimpang
dari kebenaran dan tunjuklah (pimpinlah) kami ke jalan yang lurus (QS. Ash
Shaad : 22)
C.
Aspek Pekerjaan dalam Islam
Etos kerja islami merupakan semangat dan
totalitas sikap dalam bekerja dan dilandasi dengan niatan lillahita’ala
sehingga pekerjaannya tersebut selain mendatangkan materi juga menjadi amal. Aspek-aspek pekerjaan dalam Islam
meliputi empat hal yaitu sebagai berikut:
1.
Memenuhi Kebutuhan Sendiri
Islam sangat menekankan kemandirian
bagi pengikutnya. Seorang muslim harus mampu hidup dari hasil keringatnya
sendiri, tidak bergantung pada orang lain. Hal ini diantaranya tercermin
dalah hadist berikut :
عن أبي عبد الله الزبير بن العوام رضي
الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: لأن يأخذ أحدكم أحبله ثم يأتي
الجبل، فيأتي بحزمةٍ من حطبٍ على ظهره فيبيعها، فيكف الله بها وجهه، خيرٌ له من أن
يسأل الناس،أعطوه أو منعوه. رواه البخاري.
Dari Abu Abdillah yaitu az-Zubair bin
al-Awwam r.a., katanya: “Rasulullah s.a.w. bersabda: “Niscayalah jikalau
seseorang dari engkau semua itu mengambil tali-talinya – untuk mengikat – lalu
ia datang di gunung, kemudian ia datang kembali – di negerinya – dengan membawa
sebongkokan kayu bakar di atas punggungnya, lalu menjualnya,kemudian dengan
cara sedemikian itu Allah menahan wajahnya – yakni dicukupi kebutuhannya, maka
hal yang semacam itu adalah lebih baik baginya daripada meminta-minta sesuatu
pada orang-orang, baik mereka itu suka memberinya atau menolaknya.” (Riwayat
Bukhari)
Rasullullah memberikan contoh
kemandirian yang luar biasa, sebagai pemimpin nabi dan pimpinan umat Islam
beliau tak segan menjahit bajunya sendiri, beliau juga seringkali turun langsung
ke medan jihad, mengangkat batu, membuat parit, dan melakukan
pekerjaan-pekerjaan lainnya.
Para sahabat juga memberikan
contoh bagaimana mereka bersikap mandiri, selama sesuatu itu bisa dia kerjakan
sendiri maka dia tidak akan meminta tolong orang lain untuk mengerjakannya.
Contohnya, ketika mereka menaiki unta dan ada barangnya yang jatuh maka mereka
akan mengambilnya sendiri tidak meminta tolong lain.
2.
Memenuhi Kebutuhan Keluarga
Bekerja untuk memenuhi kebutuhan
keluarga yang menjadi tanggungannya adalah kewajian bagi seorang muslim, hal
ini bisa dilihat dari hadist berikut :
قال رسول الله(صلى الله عليه وسلم):” كفى
بالمرء إثماً أن يضيع من يقوت” رواه أحمد وأبو داود وصححه الحاكم وأقره الذهبي من
حديث عبدالله ابن عمرو بن العاص.
Rasulullah saw bersabada, “Cukuplah
seseorang dianggap berdosa jika ia menelantarkan orang-orang yang menjadi
tanggung jawabnya”. (HR. Ahmad, Abu Daud dan al-Hakim)
Menginfaqkan harta bagi keluarga adalah
hal yang harus diutamakan, baru kemudian pada lingkungan terdekat, dan kemudian
lingkungan yang lebih luas.
3.
Kepentingan Seluruh Makhluk
Pekerjaan yang dilakukan seseorang bisa
menjadi sebuah amal jariyah baginya, sebagaimana disebutkan dalam hadist
berikut :
عن أنس قال النبي صلى الله عليه
وسلم : ” ما من مسلم يغرس غرسا أو يزرع زرعا فيأكل منه طير أو إنسان أو بهيمة إلا
كان له به صدقة “
Dari Anas, Rasulullah saw
bersabda, “Tidaklah seorang mukmin menanam tanaman, atau menabur benih, lalu
burung atau manusia atau hewan pun makan darinya kecuali pasti bernilai sedekah
baginya”. (HR Bukhari)
Dalam era modern ini banyak sekali
pekerjaan kita yang bisa bernilai sebagai amal jariyah. Misalnya kita membuat
aplikasi atau tekhnologi yang berguna bagi umat manusia. Karenanya umat Islam
harus cerdas agar bisa menghasilkan pekerjaan-pekerjaan yang bernilai amal
jariyah.
4.
Bekerja Sebagai Wujud Penghargaan
Terhadap Pekerjaan Itu Sendiri
Islam sangat menghargai pekerjaan,
bahkan seandainya kiamat sudah dekat dan kita yakin tidak akan pernah menikmati
hasil dari pekerjaan kita, kita tetap diperintahkan untuk bekerja sebagai wujud
penghargaan terhadap pekerjaan itu sendiri. Hal ini bisa dilihat dari hadist
berikut :
عن أنس رضي الله عنه عن النبي صلى الله
عليه وسلم قال : ” إن قامت الساعة و في يد أحدكم فسيلة , فإن استطاع أن لا تقوم
حتى يغرسها فليغرسها ”
Dari Anas RA, dari Rasulullah saw,
beliau bersabda, “Jika hari kiamat terjadi, sedang di tanganmu terdapat
bibit tanaman, jika ia bisa duduk hingga dapat menanamnya, maka tanamlah “
(HR Bukhari dan Muslim).
D.
Ciri–Ciri Etos Kerja Islami
Dan dalam batas-batas tertentu,
ciri-ciri etos kerja islami dan ciri-ciri etos kerja tinggi pada umumnya banyak
keserupaannya, utamanya pada dataran lahiriahnya. Ciri-ciri tersebut antara
lain :
1.
Baik dan Bermanfaat
Islam hanya memerintahkan atau menganjurkan pekerjaan yang baik
dan bermanfaat bagi kemanusiaan, agar setiap pekerjaan mampu memberi nilai
tambah dan mengangkat derajat manusia baik secara individu maupun kelompok.
2.
Kemantapan atau perfectness
Kualitas kerja yang mantap atau perfect merupakan
sifat pekerjaan Tuhan (baca: Rabbani), kemudian menjadi kualitas pekerjaan
yang islami yang berarti pekerjaan mencapai standar ideal secara teknis.
Untuk itu, diperlukan dukungan pengetahuan dan skill yang
optimal. Dalam konteks ini, Islam mewajibkan umatnya agar terus menambah atau
mengembangkan ilmunya dan tetap berlatih.
3.
Kerja Keras, Tekun dan
Kreatif.
Kerja keras, yang dalam Islam diistilahkan dengan mujahadah
dalam maknanya yang luas seperti yang didefinisikan oleh Ulama adalah ”istifragh
ma fil wus’i”, yakni mengerahkan segenap daya dan kemampuan yang ada
dalam merealisasikan setiap pekerjaan yang baik. Dapat juga diartikan sebagai
mobilisasi serta optimalisasi sumber daya. Sebab, sesungguhnya Allah SWT telah
menyediakan fasilitas segala sumber daya yang diperlukan, tinggal peran manusia
sendiri dalam memobilisasi serta mendaya gunakannya secara optimal, dalam
rangka melaksanakan apa yang Allah ridhai.
4.
Berkompetisi dan Tolong-menolong
Al-Qur’an dalam beberapa ayatnya menyerukan persaingan dalam
kualitas amal shalih. Pesan persaingan ini kita dapati dalam beberapa ungkapan
Qur’ani yang bersifat “amar” atau perintah, seperti “fastabiqul
khairat” (maka, berlomba-lombalah kamu sekalian dalam kebaikan. Oleh
karena dasar semangat dalam kompetisi islami adalah ketaatan kepada
Allah dan ibadah serta amal shalih, maka wajah persaingan itu tidaklah seram;
saling mengalahkan atau mengorbankan. Akan tetapi, untuk saling membantu (ta’awun).
5.
Objektif (Jujur)
Sikap ini dalam Islam diistilahkan dengan shidiq, artinya
mempunyai kejujuran dan selalu melandasi ucapan, keyakinan dan amal perbuatan
dengan nilai-nilai yang benar dalam Islam. Tidak ada kontradiksi antara
realita dilapangan dengan konsep kerja yang ada. Dalam dunia kerja dan usaha
kejujuran ditampilakan dalam bentuk kesungguhan dan ketepatan, baik ketepatan
waktu, janji, pelayanan, mengakui kekurangan, dan kekurangan tersebut
diperbaiki secara terus-menerus, serta menjauhi dari berbuat bohong atau menipu
6.
Disiplin atau Konsekuen
Selanjutnya sehubungan dengan ciri-ciri etos kerja tinggi
yang berhubungan dengan sikap moral yaitu disiplin dan konsekuen, atau dalam
Islam disebut dengan amanah. Sikap bertanggungjawab terhadap amanah merupakan
salah satu bentuk akhlaq bermasyarakat secara umum, dalam konteks ini adalah
dunia kerja. Allah memerintahkan untuk menepati janji adalah bagian dari dasar
pentingnya sikap amanah.Janji atau uqud dalam ayat tersebut mencakup seluruh
hubungan, baik dengan Tuhan, diri sendiri, orang lain dan alam semesta, atau
bisa dikatakan mencakup seluruh wilayah tanggung jawab moral dan sosial
manusia. Untuk menepati amanah tersebut dituntut kedisiplinan yang
sungguh-sungguh terutama yang berhubungan dengan waktu serta kualitas suatu
pekerjaan yang semestinya dipenuhi.
7.
Konsisten dan Istiqamah
Istiqamah dalam kebaikan ditampilkan dalam keteguhan dan kesabaran
sehingga menghasilkan sesuatu yang maksimal. Istiqamah merupakan hasil dari
suatu proses yang dilakukan secara terus-menerus. Proses itu akan
menumbuh-kembangkan suatu sistem yang baik, jujur dan terbuka, dan sebaliknya
keburukan dan ketidakjujuran akan tereduksi secara nyata. Orang atau lembaga
yang istiqamah dalam kebaikan akan mendapatkan ketenangan dan sekaligus akan
mendapatkan solusi daris segala persoalan yang ada. Inilah janji Allah kepada
hamba-Nya yang konsisten/istiqamah.
8.
Percaya diri dan
Kemandirian
Sesungguhnya daya inovasi dan kreativitas hanyalah terdapat
pada jiwa yang merdeka, karena jiwa yang terjajah akan terpuruk dalam penjara
nafsunya sendiri, sehingga dia tidak pernah mampu mengaktualisasikan aset dan
kemampuan serta potensi ilahiyah yang ia miliki yang sungguh sangat besar
nilainya. Semangat berusaha dengan jerih payah diri sendiri merupakan hal
sangat mulia posisi keberhasilannya dalam usaha pekerjaan.
9.
Efisien dan Hemat
Agama Islam sangat menghargai harta dan kekayaan. Jika orang
mengatakan bahwa agama Islam membenci harta, adalah tidak benar. Yang dibenci
itu ialah mempergunakan harta atau mencari harta dan mengumpulkannya untuk
jalan-jalan yang tidak mendatangkan maslahat, atau tidak pada tempatnya, serta
tidak sesuai dengan ketentuan agama, akal yang sehat dan ‘urf
(kebiasaan yang baik). Demi kemaslahatan harta tersebut, maka sangat dianjurkan
untuk berperilaku hemat dan efisien dalam pemanfaatannya, agar hasil yang dicapai
juga maksimal. Namun sifat hemat di sini tidak sampai kepada kerendahan sifat
yaitu kikir atau bakhil. Sebagian ulama membatasi sikap hemat yang
dibenarkan kepada perilaku yang berada antara sifat boros dan kikir, maksudnya
hemat itu berada di tengah kedua sifat tersebut. Kedua sifat tersebut akan
berdampak negatif dalam kerja dan kehidupan, serta tidak memiliki kemanfaatan
sedikit pun, padahal Islam melarang sesorang untuk berlaku yang tidak
bermanfaat.
E.
Etika Kerja dalam Islam
Dalam memilih seseorang ketika akan
diserahkan tugas, rasulullah melakukannya dengan selektif. Diantaranya dilihat
dari segi keahlian, keutamaan (iman) dan kedalaman ilmunya. Beliau senantiasa
mengajak mereka agar itqon dalam bekerja. Sebagaimana dalam awal tulisan
ini dikatakan bahwa banyak ayat al-Qur’an menyatakan kata-kata iman yang
diikuti oleh amal saleh yang orientasinya kerja dengan muatan ketaqwaan.
Pandangan Islam tentang pekerjaan perlu
kiranya diperjelas dengan usaha sedalam-dalamnya. Sabda Nabi SAW yang amat
terkenal bahwa nilai-nilai suatu bentuk kerja tergantung pada niat pelakunya.
Dalam sebuah hadits diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, Rasulullah bersabda
bahwa “sesungguhnya (nilai) pekerjaan itu tergantung pada apa yang
diniatkan.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala)
sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima),
seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan Dia
tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu
seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan
lebat, lalu menjadilah Dia bersih (tidak bertanah). mereka tidak menguasai
sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk
kepada orang-orang yang kafir. (QS. Al-Baqarah:264)
Keterkaitan ayat-ayat di atas memberikan pengertian bahwa
taqwa merupakan dasar utama kerja, apapun bentuk dan jenis pekerjaan, maka
taqwa merupakan petunjuknya. Memisahkan antara taqwa dengan iman berarti
mengucilkan Islam dan aspek kehidupan dan membiarkan kerja berjalan pada
wilayah kemashlahatannya sendiri. Bukan kaitannya dalam pembangunan individu,
kepatuhan kepada Allah SWT serta pengembangan umat manusia.
Perlu kiranya dijelaskan disini bahwa
kerja mempunyai etika yang harus selalu diikut sertakan didalamnya, oleh karenanya
kerja merupakan bukti adanya iman dan barometer bagi pahala dan siksa.
Hendaknya setiap pekerjaan disampung mempunyai tujuan akhir berupa upah atau
imbalan, namun harus mempunyai tujuan utama, yaitu memperoleh keridhaan Allah
SWT. Prinsip inilah yang harus dipegang teguh oleh umat Islam sehingga hasil
pekerjaan mereka bermutu dan monumental sepanjang zaman.
Jika bekerja menuntut adanya sikap baik
budi, jujur dan amanah, kesesuaian upah serta tidak diperbolehkan menipu,
merampas, mengabaikan sesuatu dan semena-mena, pekerjaan harus mempunyai
komitmen terhadap agamanya, memiliki motivasi untuk menjalankan seperti
bersungguh-sungguh dalam bekerja dan selalu memperbaiki muamalahnya. Disamping
itu mereka harus mengembangkan etika yang berhubungan dengan masalah kerja
menjadi suatu tradisi kerja didasarkan pada prinsip-prinsip Islam.
Adapun hal-hal yang penting tentang
etika kerja yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut :
1.
Adanya keterkaitan individu terhadap Allah, kesadaran bahwa
Allah melihat, mengontrol dalam kondisi apapun dan akan menghisab seluruh amal
perbuatan secara adil kelak di akhirat. Kesadaran inilah yang menuntut individu
untuk bersikap cermat dan bersungguh-sungguh dalam bekerja, berusaha keras
memperoleh keridhaan Allah dan mempunyai hubungan baik dengan relasinya. Dalam
sebuah hadis rasulullah bersabda, “sebaik-baiknya pekerjaan adalah usaha
seorang pekerja yang dilakukannya secara tulus.” (HR Hambali)
2.
Berusaha dengan cara yang halal dalam seluruh jenis
pekerjaan. Firman Allah SWT : “Hai orang-orang yang beriman, makanlah di
antara rezki yang baik-baik yang kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada
Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah.” (al-Baqarah: 172)
3.
Dilarang memaksakan seseorang, alat-alat produksi atau
binatang dalam bekerja, semua harus dipekerjakan secara professional dan wajar.
4.
Islam tidak membolehkan pekerjaan yang mendurhakai Allah
yang ada kaitannya dengan minuman keras, riba dan hal-hal lain yang diharamkan
Allah.
5.
Professionalisme yaitu kemampuan untuk memahami dan
melakukan pekerjaan sesuai dengan prinsip-prinsip keahlian. Pekerja tidak cukup
hanya memegang teguh sifat amanah, kuat dan kreatif serta bertaqwa tetapi dia
juga mengerti dan benar-benar menguasai pekerjaannya. Tanpa professionalisme
suatu pekerjaan akan mengalami kerusakan dan kebangkrutan juga menyebabkan
menurunnya produktivitas bahkan sampai kepada kesemrautan manajemen serta
kerusakan alat-alat produksi
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Etos kerja merupakan semangat untuk
bekerja. Bekerja itu sendiri merupakan melakukan usaha kegiatan untuk mencapai
tujuan. Adapun hadist mengenai etos kerja diantaranya: Hadist mengenai
pekerjaan yang paling baik, larangan meminta-minta. Adapun pekerjaan yang
paling baik adalah seseorang yang bekerja dengan tangannya sendiri dan apabila
berdagang ataupun berjualan yang bersih. Adapun pekerjaan yang kurang disukai
Allah SWT ataupun dilarang adalah meminta-minta atau mengemis.
Etika kerja dalam Islam yang perlu
diperhatikan adalah (1) Adanya keterkaitan individu terhadap Allah sehingga
menuntut individu untuk bersikap cermat dan bersungguh-sungguh dalam bekerja,
berusaha keras memperoleh keridhaan Allah dan mempunyai hubungan baik dengan
relasinya. (2) Berusaha dengan cara yang halal dalam seluruh jenis pekerjaan. (3)
tidak memaksakan seseorang, alat-alat produksi atau binatang dalam bekerja,
semua harus dipekerjakan secara professional dan wajar. (4) tidak melakukan
pekerjaan yang mendurhakai Allah yang ada kaitannya dengan minuman keras, riba
dan hal-hal lain yang diharamkan Allah. (5) Professionalisme dalam setiap
pekerjaan.
B.
Saran
Dari paparan di atas, maka penulis
memeberikan saran untuk melatih berusaha, dapat dimulai dari hal kecil. Untuk
itu, sebaiknya kita melatihnya mulai sekarang.
Dalam berusaha hendaknya usaha yang
maksimal supaya hasilnya juga maksimal. Untuk itu, sebaiknya kita melatih diri
kita agar selalu maksimal dalam berusaha.
DAFTAR PUSTAKA
Etos Kerja Pribadi
Muslim, Drs. H. Toto Tasmara
Comments
Post a Comment